Persepsi dibalik Seragam Hitam
Bayangkan, kamu berada di sudut gelanggang.
Coba saja lihat siapa lawanmu.
Mereka, sama seperti kau, mengenakan seragam
hitam standar.
Inilah yang kusukai dari silat.
Lawanmu tidak akan bisa melihat seberapa besar
ototmu.
Dan kamupun tidak akan bisa memamerkan
seberapa besar ototmu untuk menakuti lawan.
Tidak akan ada intimidasi berlebihan seperti yang
biasa dilakukan para petinju;
atau harapan romantisme misalnya menoleh pada
sang kekasih sebelum bertanding;
atau mau saling pandang dan mengumbar tatapan
menantang?
tidak... di pencak silat tidak ada hal-hal seperti itu.
Jadi, dengan balutan seragam hitam itu, apa yang
akan terlihat?
teknik.
sikap.
karakter.
seragam hitam sudah menetralkan semuanya,
kau takkan ditakuti karena ototmu besar,
tetapi baru ditakuti kalau teknikmu matang.
kau takkan dihormati kalau sesumbar,
tetapi baru dihormati kalau punya sopan santun.
gelanggang punya caranya sendiri untuk mengetes
karakter seseorang,
sebagaimana hal apapun dapat terjadi di
gelanggang.
para pesilat diuji dengan
cedera,
rasa takut,
kecemasan,
euforia,
kekalahan,
kemenangan,
... bukan hanya para pesilatnya, semua yang
terlibat--para pelatih, manajer, orang tua, senior,
junior, kakak, adik, teman teman setim dan
seperguruan... semuanya tidak luput dari ujian dan
cobaan.
Ini benar-benar olahraga untuk para pemberani.
Gelaggang akan menguji
sejauh apa kemampuanmu,
sekuat apa mentalmu,
sebesar apa keberanianmu,
... dan di tengah semua hal-hal superior itu,
pencak silat juga mengukur sekuat apa kau
mengendalikan diri dengan etikamu.
sejauh ini...
apakah engkau telah siap?
Currently have 0 komentar: